Sabtu, 24 November 2012

KAMUS BAHASA SIMALUNGUN-INDONESIA


KAMUS BAHASA SIMALUNGUN-INDONESIA-INGGRI

abang : kakak laki-laki

age, agena : 1) biarin; 2) walau

amang : ayah

amang-amang : suami

ambasang : jenis mangga seperti kuini

ambia : orang ketiga tunggal berkelamin laki-laki

ambit : kalau

andohar : semoga

andaliman : sejenis rempah-rempah, berbau aromatis, terasa getir-pedas-enak di lidah, penambah nafsu makan

angkula : badan

apit, (h)apit : kempit, jepit

apoh : hibur

apuy : api

attigan : kapan



B

babuy : babi

bagas : dalam

bagot : aren

bah : sungai, air

bahat : banyak

balang : belalang

balau : biru

baliang : anjing

baluhat : wadah air terbuat dari bambu

bajan : 1) banyak, 2) buruk

bam : untukmu

bamu : untukmu

barbar : bacok=berasal dri istilah kekejaman Pasukan Barbar. sebelum ada Poupou(bentuk) harus di-barbar

begu : 1) hantu, 2) harimau

begu-begu : hantu, wujud dari roh yg hanya dapat dilihat org yang memiliki indra ke enam atau bawah alam sadar

binanga : sungai, kali

binongei : pinggang

birong : hitam legam

bituha : perut

boi : bisa, dapat

bois : habis

boras : beras

boras pati : cecak

bosar : besar

botou : saudara lain jenis, panggilan dari laki-laki pada saudara perempuan dan sebaliknya

busung : buncit

butong :1) kenyang, 2) bengkak



C



D

darang : kudis

dear : baik

dob : sudah, telah

dong (adong) : ada

dukkap : 1) tambal, 2) tumpah.



E





F



G

galuh : ketela, singkong

gaol : pisang

gerger:merah

gulissah ; 1) tidak tenang, selalu bergerak, 2) khawatir

gura : mendidih



H

habang : terbang

hail : pancing

halosi : sejenis tumbuhan perdu, dapat dijadikan sayur

haru : 1) haru, 2) walau

hasoman : kawan

hata : kata

hatirongga : pacar air (Latin:Impatiens balsamina), ejenis kembang, bunga

hiou : sarung

hubang : lumpur

huning : kuning



I

inang : ibu, bunda

inang-inang : 1) istri, 2) ibu-ibu di pasar

inum : minum

ipon : gigi

inggou : lagu, nyanyian

issak-issak : menyembur-nyembur

issop : rokok



J

jabolon : duli, hamba, budak

jenges : cantik, ayu, bagus

jagur : ikal, keriting



K

kalihir : tusuk hidung ternak (pada kerbau, sapi, dll)

kaling : kaleng wadah cairan berisi 20 liter



L

lang : tidak

lassei, mapas : remeh

lassina : cabai

lata-lata : segala tumbuhan muda tetapi bukan pucuk

legan : lain

leto : burung puyuh

littun : lari, kabur

lopak :putih



M

madabuh : jatuh

magou :hilang

maisak: malas

malluppat: melompat

maluah:lepas

malum : 1) sembuh, 2) menjadi dingin

mambogei, manangar ; mendengar

manabi:memanen padi dgn ani-ani atau sabit.

manapu : menyapu

maningon : mesti, harus

mangan :makan

manege : menampi

manortor : menari

mardomdom:dendam

maringgou : menyanyi

marujunggoluh : meninggal dunia

mase : mengapa

manohu : mengunjungi

mardahan ; memasak

maringori : berantam,

majangin : ngeri

maragat: mengambil tuak/bagot dari pohon aren

marayoh : malas

mardawan begu : kawin dengan semarga

mardogey :melepas bulir padi dgn cara menginjak-injak.

mardum : mengunyah beras

marlintun : berlari

martonnggo : berdoa

marsirang : bercerai

martabuni:bersembunyi

martidah : menanam padi di ladang darat

martinggil : bertengkar

martukkot : memakai tongkat

masiak : pedas

matei : mati

mayub : hanyut

memeng : hantu

minum : minum

misir : berangkat

modar : kumal

mosor : geser



N

natoras : ayah/ibu atau keduanya

natu : alat kelamin laki-laki

nokkan : tadi

nahinan : dahulu kala

narokko : neraka



O

omei : padi

onom : enam

oppung : orang tua dari orang tua

oppat : empat

oppot : teruskan, lanjutkan, ulangi



P

pakkei : telaten

pokkut : tekun

pakon : dengan, serta

pias : perangkap burung puyuh

pinggol : telinga

pitung : buta

ponop : (ter-)sembunyi, tidak terlihat



R

ra : mau, hendak

ratah : hijau



S

salosei : selesai

saut : jadi

sayat, manayat ; potong, memotong

seda : rusak

seng : 1) atap dari logam (zincum); 2) tidak



T

tabi : tabik

tabu : waluh

tagil : bacok

tangi : dengar

tangar : mendengar

tarsonggot : terkejut

tenger : keras

tenggen : mabuk

tete : alat kelamin perempuan

tonduy : roh

tonton : dada

tuan : tuan

tunggaling : terbalik

toguh : 1) menuntun, 2) kukuh, erat, kuat

tolpus : tembus

tong : selalu, tetap

tonggo : doa

toras : tua bangka

tori : 1) teri, 2) penjaga, pendukung, pelindung

torih : cari

tundal : membelakangi

tunggung : agung

tutung, matutung : bakar, terbakar



U

uhur : hati

ulak : kembali

ulang : jangan

ulu : kepala

uluan : pemimpin

ulubalang : hulubalang

uttung : untung, nasib

uttungan hu : nasibku



W

waluh : 1) delapan; 2) sejenis tumbuhan merambat (labu)



dimana tempat makan masakan simalungun : ija do parpanganan simalungun

sudah berapa anaknya : domma piga niombahmu

dimana alamat kalian : ija do nasiam tading

saya tidak bisa berbahasa simalungun : au lang hubotoh marsahap simalungun

apakah kalian datang ke pesta itu : roh do nasiam bani pesta ai

apakah kalian cinta kepada saya : marosuh do nasiam bakku



manDukkap=meNambal,

manDukkaphon=meNumpahkan.

madukkap=terTumpah



Asok marsahap :Hati2lah berbicara, pikirkan manfaat dan dampak dari perkataan.

Ada lagi yg menyebut :



1. Jaga pamangan

2.I dilat lobei bibir, dob ai marsahap

Tata Cara dan Urutan Pernikahan Adat simalungun

1. Mangarisika..
Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda mata). Jenis barang-barang pemberian itu dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.
2. Marhori-hori Dinding/marhusip..
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang melamar dan yang dilamar, terbatas dalam hubungan kerabat terdekat dan belum diketahui oleh umum.
3. Marhata Sinamot..
Pihak kerabat pria (dalam jumlah yang terbatas) datang oada kerabat wanita untuk melakukan marhata sinamot, membicarakan masalah uang jujur (tuhor).
4. Pudun Sauta..
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :
1. Kerabat marga ibu (hula-hula)
2. Kerabat marga ayah (dongan tubu)
3. Anggota marga menantu (boru)
4. Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
5. Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
5. Martumpol (baca : martuppol)
Penanda-tanganan persetujuan pernikahan oleh orang tua kedua belah pihak atas rencana perkawinan anak-anak mereka dihadapan pejabat gereja. Tata cara Partumpolon dilaksanakan oleh pejabat gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak lanjut Partumpolon adalah pejabat gereja mewartakan rencana pernikahan dari kedua mempelai melalui warta jemaat, yang di HKBP disebut dengan Tingting (baca : tikting). Tingting ini harus dilakukan dua kali hari minggu berturut-turut. Apabila setelah dua kali tingting tidak ada gugatan dari pihak lain baru dapat dilanjutkan dengan pemberkatan nikah (pamasu-masuon).
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
Adalah suatu kegiatan pra pesta/acara yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pesta/acara yang bertujuan untuk :
Mempersiapkan kepentingan pesta/acara yang bersifat teknis dan non teknis
Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada pesta/acara pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pesta/acara dalam waktu yang bersamaan.
Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.
7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pengesahan pernikahan kedua mempelai menurut tatacara gereja (pemberkatan pernikahan oleh pejabat gereja). Setelah pemberkatan pernikahan selesai maka kedua mempelai sudah sah sebagai suami-istri menurut gereja. Setelah selesai seluruh acara pamasu-masuon, kedua belah pihak yang turut serta dalam acara pamasu-masuon maupun yang tidak pergi menuju tempat kediaman orang tua/kerabat orang tua wanita untuk mengadakan pesta unjuk. Pesta unjuk oleh kerabat pria disebut Pesta Mangalap parumaen (baca : parmaen)
8. Pesta Unjuk
Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan putra dan putri. Ciri pesta sukacita ialah berbagi jambar :
1. Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan.
2. Jambar yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca : dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan. Pesta Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
9. Mangihut di ampang (dialap jual)
Yaitu mempelai wanita dibawa ke tempat mempelai pria yang dielu-elukan kerabat pria dengan mengiringi jual berisi makanan bertutup ulos yang disediakan oleh pihak kerabat pria.
10. Ditaruhon Jual.
Jika pesta untuk pernikahan itu dilakukan di rumah mempelai pria, maka mempelai wanita dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namborunya ke tempat namborunya. Dalam hal ini paranak wajib memberikan upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak dikenal.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
1. Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
2. Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru
12. Paulak Unea..
a. Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
b. Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya
memulai hidup baru.
13. Manjahea.
Setelah beberapa lama pengantin pria dan wanita menjalani hidup berumah tangga (kalau pria tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
Beberapa lama setelah pengantin pria dan wanita berumah tangga terutama setelah berdiri sendiri (rumah dan mata pencariannya telah dipisah dari orang tua si laki-laki) maka datanglah berkunjung parboru kepada paranak dengan maksud maningkir tangga (yang dimaksud dengan tangga disini adalah rumah tangga pengantin baru). Dalam kunjungan ini parboru juga membawa makanan (nasi dan lauk pauk, dengke sitio tio dan dengke simundur-mundur).Dengan selesainya kunjungan maningkir tangga ini maka selesailah rangkaian pernikahan adat na gok.
Yang menjadi bahan pertanyaan sekarang adalah :

sejarah singkat simalungun

                        sejarah singkat simalungun
Simalungun adalah salah satu suku asli yang mendiami Sumatera Utara, tepatnya di timur Danau Toba(Kab. Sialungun). Orang Karo menyebut mereka dengan sebutan Timur, karena letak mereka yang disebelah timur Taneh Karo. Di dalam cakap(bahasa) Karo, “Simelungen” sendiri bermakna “si sepi, si sunyi, yang dimana terdiri dari dua suku kata, yakni “si = si, yang; dan [me-]lungun = sepi, sunyi”, jadi simalungen mengandung artian: “wilayah(daerah) yang sepi”. Hal ini dikarenakan dulunya daerah Simalungun ini masyarakatnya hidup berjauhan(tidak berkumpul) sehingga tampak sepi. Sedangkan, orang Batak menyebutnya dengan “Si Balungu”, ini berkaitan dengan legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di wilayah itu.
Dalam tradisi asal-usulnya, suku bangsa Simalungun diyakini berasal dari wilayah di India Selatan dan India Timur yang masuk ke nusantara sekitar abad ke-5 Masehi serta menetap di timur Danau Toba(Kab. Simalungun sekarang), dan melahirkan marga Damanik yang merupakan marga asli Simalungun(cikal bakal Simalungun Tua). Dikemudian hari datang marga-marga dari sekitar Simalungun seperti: Saragih, Sinaga, dan Purba yang menyatu dengan Damanik menjadi empat marga besar di Simalungun.
Secara ringkas, sejarah asal-usul suku bangsa Simalungun ini dapat dibagi menjadi dua gelombang, yakni:
Gelombang Pertama(Simalungun Proto)
Simalungun Proto( Simalungun Tua) diperkirakan datang dari Nagore di India Selatan dan Assam dari India Timur, yang dimana diyakini mereka bermigrasi dari India ke Myanmar selanjutnya ke Siam(Thailand) dan ke Malaka hingga akhirnya ke Sumatera Timur mendirikan kerajaan Nagur(kerajaan Simalungun kuno) dinasti Damanik(marga asli Simalungun). Dalam kisah perjalanan panjang mengemban misi penaklukan wilayah-wilayah sekitarnya, dikatakan mereka dipinpin oleh empat raja besar dari Siam dan India yang bergerak dari Sumatera Timur menuju  Langkat dan Aceh, namun pada akhirnya mereka terdesak oleh suku asli setempat(Aru/Haru/Karo) hingga ke daerah pinggiran Danau Toba dan Samosir.
Gelombang Kedua(Simalungun Deutero)
Pada gelombang kedua ini, atau dengan masuknya marga Saragih, Sinaga , dan Purba, dikatakan Simalungun asli mengalami invasi dari suku sekitar yang memiliki pertalian dengan Simalungun Tua. Jika ditelisik dari tiga marga yang masuk itu, maka berdasarkan aspek ruang dan waktu dapat kita indikasikan mereka datang dari Utara Danau Toba( Karo: Tarigan Purba dan Ginting Seragih yang kemudian juga menjadi Saragih Munthe) dan dari Barat Danau Toba(Pakpak/Dairi: Sinaga). Hal ini juga sangat berkaitan jika kita meninjau apa yang ada di tradisi merga di utara Danau Toba seperti Ginting(Pustaka Ginting: terkhususnya Ginting Munthe yang mendapat konfirmasi dari marga Saragih, Saragih Munthe di Simalungun dan Dalimunte di Labuhan Batu)  dan Tarigan(Legenda Danau Toba dan Si Raja Umang Tarigan) yang dimana dalam tradisi dua merga ini menceritakan adanya migrasi dari cabang(sub-)merga mereka ke wilayah Timur(Simalungun) dan sekitar Danau Toba.
Dalam Pustaha Parpandanan Na Bolag (kitab Simalungun kuno) dikisahkan Parpandanan Na Bolag(cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau. Namun, kini populasi Simalungun sudah mengalami kemunduran akibat beralih identitas menjadi Melayu(masuk Islam sama halnya dengan Karo) dan terdesak akibat derasnya arus migrasi suku-suku disekitar Simalungun(khususnya Toba dan Karo) yang membuat suku bangsa Simalungun itu kini hanya menjadi mayoritas di wilayah Simalungun atas saja.
copy right  yasirmaster.blogspot.com

SEJARAH PURBA SIDAGAMBIR





Marga Purba Sidagambir pada awalnya adalah marga Purba Sidadolog, yang sulung adalah marga sidadolog dan yang bungsu akhirnya bergantih marga menjadi purba sidagambir, Pergantian marga tersebut tepatnya terjadi di daerah Simarpapan pada sekitar tahun 1605
Pada masa itu masih berlaku di Simalungun sistem partuanon, yang sulung marga purba Sidadolog lah yang memegang tampuk kekuasaan pada masa itu, sedangkan yang bungsu mencari kegiatan tersendiri yaitu Membuat Gambir (manopa Gambir) di sebuah pondok kecil.
Partuanon itu berada di daerah sinaman antara tahun 1575 – 1645 yang menjadi tuan pada pada partuanon tersebut adalah Tuan dolog masagal Purba Sidadolog.
Kehidupan 2 bersaudara ini sangat tidak harmonis di karenakan adanya perbedaan sifat yang sangat kontras antara mereka berdua dan konflik antara mereka berdua semakin parah karena yang sulung memaksa nikah saudara perempuan (botou) mereka ke daerah Samosir,Botou mereka sempat menetap di samosir, dan pada suatu waktu akibat ketidakcocokan dengan suaminya di Samosir dia kembali ke Simalungun sehingga ia dengan memakai perahu menyeberangi danau toba dan sampai ke daerah tigaras dan di tigaras akhirnya meninggal dunia akibat kecapaian di yakini sekarang ini tempatnya meninggal adalah sebuah batu besar ke arah timur tigaras. Jika marga purbaSidadolog / sidagambir memancinag di daerah sekitar batu tersebut dan berkeinginan mendapatkan ikan maka dengan keyakinan kita bisa meminta bantuan yang maha kuasa dengan perantaraan leluhur (amboru) yang meninggal di sekitar batu tersebut.
Suatu masa ketika ada jamuan makan di dalam rumah bolon, Tuan teringat akan adiknya yang sedang berada di dalam pondoknya membuat gambir sehingga tuan menyuruh seorang pembantu untuk mengajak adiknya untuk ikut serta dalam jamuan makan namun ajakan abangnya tersebut di tolak olehnya dan menyuruh pembantu tersebut agar kembali ke rumah bolon, pembantu tersebut bergegas kembali ke rumah bolon dan menyampaikan tolakan tersebut, lalu Tuan membungkuskan makanan di dalam daun pisang dengan rapi dan menyuruh pembantu tersebut kembali ke tempat adiknya untuk menyerahkan makanan tersebut namun di pertengahan jalan pembantu tersebut justru memakan makanan yang di titipkan Tuan tersebut dan mengganti makanan tersebut dengan pamorohan sikkam, pamoroan sikkam tersebut kembali di bungkusnya dengan rapi dengan daun pisang dan mengantarkannya kepada adik tuan tersebut.
Adik raja tersebut sangat senang menerima bungkusan tersebut, lalu ia menghentikan pekerjaanya dan mulai membuka bungkusan tersebut,alangkah terkejutnya dia ketika mulai meihat isi bungkusan tersebut bukan makanan yang di hidangkan tapi justru pamoroan sikkam, maka si adik sangat marah dan atas emosinya yang meluap akhirnya dia membuat sumpah di panopaan gambirnya bahwa sejak hari kejadian tersebut dia dan keturunannya tidak akan lagi menggunakan marga Sidadolog mulai hari itu di panopaan gambirnya dia dan keturunannaya adalah marga Purba Sidagambir sesuai dengan pekerjaannya membuat gambir.
Sejak dia bersumpah tidak memakai marga Purba Sidadolog maka hubungannya dengan abangnya yang merupakan Tuan Dolog Masagal semakin renggang namun ia masih menetap di daerah kerajaan abangnya dan keturunannya lah yang akhirnya merantau dan membuat partuanon yang baru.
Partuanon yang di bangun oleh Purba Sidagambir mulanya ada di daerah Rajani Huta kemudian dari rajani huta menyebar ke Tanjung marolan (sekarang lebih di kenal dengan nama dolog huluan).Yang paling sulung dari sidagambir Rajani huta pergi memperluas wilayah ke daerah tanjung marolan dan membuka daerah disana. Sedangkan di daerah dolog huluan sudah lebih dulu menetap sidagambir tuan buttu namun mereka di serang oleh daerah lain dan mengalami kekalahan serta melarikan diri ke daerah tanjung marolan. Di tanjung marolan mereka meminta bantuan kepada saudaranya yaitu sidagambir sin rumah bolon yang menjadi tuan di daerah tersebut.bersama dengan sidagambir sin rumah bolon dan pasukannya mereka kembali merebut dolog huluan dan bersama sama menguasi Dolog huluan. Lalu mereka mendirikan pagar untuk membatasi perkampungan dan perladangan,pagar tersebut dibuat mengelilingi dolog Huluan dan dibagi menjadi 5 bagian nama pagar tersebut sesuai dengan pembagian marga sidagambir dan masing masing marga tersebut menjaga pagar tersebut agar tidak bisa di lewati hewan peliharaan dan merusak tanaman masyarakat dan jika terjadi perusakan tanaman oleh hewan maka pagar yang menjadi lintasan hewan tersebut akan di denda penjaganya. Pagar Sidagambir tuan buttu sering menjadi lintasan hewan hewan peliharaan ke daerah perladangan sehingga mereka di denda oleh partuanon padahal kejadian tersebut merupakan ulah orang orang yang merasa sirik. Akibat terlalu sering di denda dan di jolimi mereka menjadi sakit hati dan meninggalkan Dolog Huluan kemudian pindah ke daerah pangkalan tongah .
Lalu pada masa Rajaiam di daerah huta bagas semakin banyaklah keturunan marga sidagambir di dolog huluan akibat banyaknya istri. Lalu kemudian anak kedua dari tuan rajaiam dari istri pertamanya yaitu jaham di suruh kembali kedaerah tanjung marolan bersama 3 istrinya (sinaga,sumbayak, turnip) namun di tanjung marolan terjadi tanah longsor (lubang tano) sehingga mereka membuat perkampungan baru ke arah barat tanjung marolan yaitu nama perkampungannya Mariah dolog. Sedangkan anak Tuan Rajaiam yang paling sulung meneruskan partuanon yang ada di dolog huluan. Pada masa Tuan Mordjati untuk memperluas wilayah dia memindahkan marga sidagambir ke daerah bangun rahu.
Tuan yang terakhir di dolog huluan adalah Tuan Rami pada masa Tuan Rami lah terjadi Revolusi di Simalungun dimana raja raja dan tuan tuan di bunuh dengan pisau sebab banyak raja raja dan tuan tuan tidak mempan ditembak dengan peluru. Namun Tuan Rami tidak ikut terbunuh walau sudah sempat di bawa pasukan Harimau Liar, di Silau Marihat pasukan yang membawa Tuan Rami tersebut berjumpa dengan Pasukan Harimau Liar lainnya dan pasukan Harimau liar tersebut merupakan Penduduk Dari Dolog Huluan karena mereka lah Tuan Rami di bebaskan sebab di mata mereka Tuan Rami adalah Pemimpin yang baik dan adil.
Setelah Revolusi Di Simalungun tuan Rami menjadi penduduk biasa dan bekerja sebagai petani sampai akhirnya meninggal dunia dan di kuburkan di Huta Bagas Dolog Huluan.
Tario Purba Sidagambir menjadi Pangulu pertama di Dolog Huluan setelah masa Partuanon di Simalungun berakhir.
Rajaiam memiliki 5 orang istri dan yang menjadi permaisurinya adalah saudara perempuan dari raja raya jadi partuanon dolog huluan adalah boru dari partuanon di raya. Hubungan partuanon Dolog Huluan dan partuanon Raya semakin harmonis sebab tuan rajaiam dapat menjinakkan kerbau liar milik raja Raya dan sebagai ucapan terimakasih raja raya kepada rajaiam dia memberikan sepasang kerbau kepada rajaiam.
Di dolog huluan sendiri yang menjadi si pukkah huta adalah marga Purba Sidagambir partuanon yang di bangun ada di bawah naungan raja panei purba Dasuha, namun rumah bolon yang ada di dolog huluan tepatnya di huta bagas musnah terbakar pada 30 12 1936
Di dolog huluan marga purba sidagambir terbagi menjadi 5 bagian yaitu
1.Sidagambir Sin Rumah bolon
3.Sidagambir Parkahap (Tuan kahap kahap)
4.Sidagambir Tuan buttu
2.Sidagambir Raja goraha
5.Sidagambir Tuan Sipandan
Pembagian marga tersebut dibuat berdasarkan spesifikasi kerja, dan pangkat dalam partuanon serta berdasarkan tempat tinggal
Sin Rumah bolon adalah yang tertua karena yang memegang partuanon di dolog huluan adalah marga Sidagambir sin rumah bolon sebab berdasarkan partuanon di Simalungun yang meneruskan kerajaan adalah anak yang paling sulung. Fakta lain yang mendukung Sin rumah bolon sebagai sidagambir yang paling sulung adalah tutur yang berlaku di dolog huluan. Sidagambir yang 4 lagi memanggil abang kepada Sidagambir Sin Rumah bolon.
Sidagambir parkahap (Tuan kaha kaha) di berikan gelar tersebut karena keahlian mereka dalam mengamati dan melihat kelemahan musuh atau lebih tepatnya peran mereka adalah sebagai intel
Sidagambir raja goraha diberikan nama tersebut disebabkan karena mereka adalah panglima perang partuanon Dolog huluan sebagai pilar utama pertahanan dolog huluan
Sedangkan Sidagambir tuan Sipandan dan Tuan buttu di berikan gelar tersebut di sebabbkan tempat tinggal mereka. Sidagambir tuan buttu mayoritas tinggal di dearah yang tinggi letaknya di Daerah dolog huluan
Dan sidagambir tuan sipandan menetap di tiga sipandan sekarang lebih dikenal dengan nama Bah bolon. Di daerah tersebut dahulu ada sebuah kayu besar yaitu kayu “buah” namun sekarang sudah di tumbang dan hanya menyisakan batang sisa pemotongannya saja.

copy right simalungunonline